Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Keutamaan Aisyah
Jumat, 10 November 2017

 

Salah satu istri Nabi yang mesti kita tahu keutamaan dan keistimewaannya adalah Aisyah.

Aisyah adalah puteri dari sahabat yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama kunyah Aisyah adalah Ummu ‘Abdillah. Ia dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berusia 6 tahun, pernikahannya berlangsung pada dua tahun sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru menggauli Aisyah ketika usianya 9 tahun sebagaimana Aisyah menyebutnya sendiri, disebutkan hal ini dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih (Bukhari-Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia ketika Aisyah berusia 18 tahun. Aisyah sendiri meninggal dunia di Madinah dan dikuburkan di pekuburan Baqi’. Aisyah mewasiatkan pada Abu Hurairah untuk menyolatkannya. Aisyah meninggal dunia pada tahun 58 H. Lihat Jala’ Al-Afham, hlm. 297; 300.

 

Keutamaan Aisyah

Pertama: Aisyah adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam.

Dari ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَىُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ « عَائِشَةُ » . فَقُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ فَقَالَ « أَبُوهَا »

“Siapa orang yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah”. Ditanya lagi, “Kalau dari laki-laki?” Beliau menjawab, “Ayahnya (yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq).” (HR. Bukhari, no. 3662 dan Muslim, no. 2384)

Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikahi seorang perawan kecuali Aisyah.

Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah  menerima wahyu ketika sedang berada di dalam selimut Aisyah dan hal itu tidak pernah terjadi pada istri beliau yang lain.

Keempat: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kehidupan apa adanya atau diceraikan lalu akan mendapatkan gantian dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap ingin bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana pun kondisi beliau.

Itulah yang disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآَخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا (29)

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah (suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami, pen.) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 28-29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu mengatakan, “Aku benar-benar ingatkan padamu. Janganlah engkau terburu-buru sampai engkau meminta izin kepada orang tuamu.” Aisyah berkata, “Tentu kedua orang tuaku tidak menginginkanku cerai.”

Aisyah berkata pula,

فَفِى أَىِّ هَذَا أَسْتَأْمِرُ أَبَوَىَّ فَإِنِّى أُرِيدُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الآخِرَةَ

“Apakah dalam masalah ini saya harus meminta izin orang tua, karena saya menginginkan Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat?”

Akhirnya, Aisyah menjadi contoh bagi istri-istrinya yang lain, mereka akhirnya berkata sebagaimana Aisyah.” (HR. Bukhari, no. 4786 dan Muslim, no. 1475)

Kelima: Di antara keistimewaannya adalah bahwa Allah membebaskannya dari tuduhan bohong (haditsul ifki, seperti disebutkan dalam surah An-Nuur ayat 11-20, pen.), dengan menurunkan ayat akan kesuciannya. Ayat tersebut dibaca oleh para imam dalam shalat mereka sampai hari kiamat. Aisyah temasuk orang baik, dijanjikan ampunan dan rezeki yang baik. Allah juga menjelaskan bahwa berita bohong yang menimpanya adalah baik baginya dan bukan merendahkannya. Bahkan Allah mengangkat derajatnya pada derajat yang tinggi, bahkan terus disebutkan akan kebaikan dan terbebasnya dari tuduhan keji kepadanya oleh penduduk bumi dan langit. Alangkah indahnya sanjungan pada Aisyah tersebut.

 

Awal Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

Faedah Surat An-Nuur #05: Awal Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

 

Lanjutan Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

Faedah Surat An-Nuur #06: Lanjutan Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

 

Berakhir Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

Faedah Surat An-Nuur #07: Berakhir Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh

 

Keenam: Banyak dari kalangan pembesar sahabat radhiyallahu ‘anhum jika menghadapi kesulitan dalam masalah agama, mereka meminta fatwa kepada Aisyah. Mereka mendapati ilmu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Ketujuh: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia di rumahnya, pada giliran harinya, pada malam harinya dan di pangkuannya, lalu dikuburkan di rumahnya.

Kedelapan: Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah bukan sembarang pernikahan. Akan tetapi perintah dari Allah Ta’ala. Sebagaimana hal tersebut dikisahkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau ditampakkan padaku dalam mimpi selama tiga malam (dalam riwayat Bukhari disebut dua kali, pen.). Ada malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih, lalu malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu.’ Maka aku menyingkap wajahmu dan ternyata engkau, lalu kukatakan,

إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ

‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjalankannya.’” (HR. Bukhari, no. 3895 dan Muslim, no. 2438)

Kesembilan: Banyak orang yang memberi hadiah pada giliran harinya Aisyah yang di sana ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar supaya menjadi dekat dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Disebutkan dalam hadits, “Para sahabat dahulu menyengaja memberikan hadiah-hadiah mereka (kepada Nabi) ketika giliran ‘Aisyah. Kata ‘Aisyah, ‘Berkumpullah istri-istri yang lain di tempat Ummu Salamah.’ Lalu mereka berkata, ‘Wahai Ummu Salamah, demi Allah orang-orang menyengaja memberikan hadiah-hadiah mereka pada giliran ‘Aisyah dan bahwasanya kami pun menghendaki kebaikan sebagaimana ‘Aisyah menghendakinya, maka mintalah kepada Rasulullah agar memerintahkan orang-orang untuk memberikan hadiah mereka kepada beliau di manapun giliran beliau.’ Kata ‘Aisyah, ‘Ummu Salamah menyebutkan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata Ummu Salamah beliau berpaling dariku, ketika beliau kembali pada giliranku, aku sebutkan lagi hal itu, maka beliau berpaling dariku, ketika aku menyebutkan hal itu ketiga kalinya.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ لاَ تُؤْذِينِى فِى عَائِشَةَ ، فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَىَّ الْوَحْىُ وَأَنَا فِى لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا

‘Wahai Ummu Salamah, jangan engkau menyakiti aku lantaran ‘Aisyah karena sesungguhnya–demi Allah–tidak pernah turun kepadaku wahyu sedang aku berada di selimut seorang istriku di antara kamu, kecuali dia (Aisyah).” (HR. Bukhari, no. 3775)

Kesepuluh: Syariat tayamum turun lantaran Aisyah.

Aisyah pernah meminjam sebuah kalung dari Asma’ lalu kalung itu hilang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengutus seseorang mencarinya lalu ditemukanlah kalung tersebut. Kemudian masuk waktu shalat sementara tidak ada air bersama mereka lalu mereka pun shalat, kemudian mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah pun menurunkan ayat tentang tayammum, maka Usaid bin Hudhair berkata kepada ‘Aisyah,

جَزَاكِ اللَّهُ خَيْرًا ، فَوَاللَّهِ مَا نَزَلَ بِكِ أَمْرٌ تَكْرَهِينَهُ إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ ذَلِكِ لَكِ وَلِلْمُسْلِمِينَ فِيهِ خَيْرًا

“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Demi Allah, tidaklah menimpamu sesuatu yang engkau benci melainkan Allah menjadikan padanya kebaikan bagimu dan bagi kaum muslimin.” (HR. Bukhari, no. 336 dan Muslim, no. 367)

Semoga keutamaan Aisyah menjadi teladan bagi kita semua. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

Jala’ Al-Afham fi Fadhl Ash-Shalah wa As-Salaam ‘ala Muhammad Khair Al-Anam. Cetakan kedua, Tahun 1431 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Hlm. 297-300.

Disusun di Pesantren Darush Sholihin, Jumat pagi , 21  Shafar 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/16726-faedah-sirah-nabi-keutamaan-aisyah.html